Kamis, 05 Februari 2015

PEMERINTAHAN INDONESIA PADA MASA KOLONIAL JEPANG




 
PEMERINTAHANINDONESIA PADA MASA KOLONIAL JEPANG


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Pemerintahan
Dosen Pengampu : Drs. Yulianto B. Setyadi, M.Si



Oleh  Kelompok 2 :

Prety Ayu Maharani                            (A220110038)
Zulfikar                                               (A220110055)
Yulis Nursita Sari                                (A220110068)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sistem Pemerintahan Pada Masa Kolonial Jepang
1.      Secara Historis
Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.
Terjadinya perang pasifik sangat berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia-Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.
1
 
Pada tanggal 8 Maret 1942, Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (Gubernur Jenderal Belanda), Letnan Jenderal Ter Poorten (Panglima tentara Hindia Belanda), serta pejabat tinggi militer dan seorang penerjemah pergi ke Kalijati. Dari pihak Jepang hadir Letnan Jenderal Imamura. Dalam pertemuan itu, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian, secara resmi masa penjajahan Belanda di Indonesia berakhir. Jepang berkuasa di Indonesia. Bukan kemerdekaan dan kesejahteraan yang didapat bangsa Indonesia. Situasi penjajahan tidak berubah hanya kini yang menjajah Indonesia adalah Jepang.Tujuan utama pendudukan Jepang atas Indonesia adalah:
a.       Menjadikan Indonesia sebagai daerah penghasil dan penyuplai bahan mentah dan bahan baker bagi kepentingan industri Jepang.
b.       Menjadikan Indonesia sebagai tempat pemasaran hasil industri Jepang. Indonesia dijadikan tempat pemasaran hasil industri Jepang karena jumlah penduduk Indonesia sangat banyak.
c.        Menjadikan Indonesia sebagai tempat untuk mendapatkan tenaga buruh yang banyak dengan upah yang relatif murah.
Untuk memperlancar tujuan maka Jepang harus mampu membungkus tujuan yang jelas-jelas merugikan bangsa Indonesia dengan berbagai propaganda agar diterima oleh bangsa Indonesia. Propaganda Jepang yang menarik simpati rakyat Indonesia adalah sebagai berikut :
a.       Jepang adalah “saudara tua” bagi bangsa-bangsa di Asia dan berjanji membebaskan Asia dari penindasan bangsa Barat,
b.      Jepang memperkenalkan semboyan “Gerakan Tiga A”: Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, dan Jepang Cahaya Asia,
c.       Jepang menjanjikan kemudahan bagi bangsa Indonesia, seperti janji menunaikan ibadah haji, menjual barang dengan harga murah,
d.      Jepang memperkenankan pengibaran bendera merah putih bersama bendera Jepang Hinomaru,
e.       Rakyat Indonesia boleh menyanyikan lagu “Indonesia Raya” bersama lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”.
2.      Secara Yuridis
Kebijakan Pemerintahan Daerah pada waktu bala tentara Jepang berkuasa, Pemerintah Jepang melaksanakan pemerintahan militer di wilayah Hindia Belanda berdasar UU No. 1 tahun 1942. Pada masa penjajahan Jepang juga terdapat regulasi yang mengatur tentang hukum adat di Indonesia, yaitu pada Pasal 3 UU No.1 Tahun 1942 yang menjelaskan bahwa semua badan pemerintah dan kekuasaanya, hukum dan UU dari pemerintah yang dahulu tetap diakui sah buat sementara waktu saja, asal tidak bertentangan dengan peraturan militer. Arti dari Pasal tersebut adalah hukum adat yang diatur pada saat masa penjajahan Jepang sama ketika pada masa Hindia Belanda, tetapi harus sesuai dengan peraturan militer Jepang dan tidak boleh bertentangan. Pada hakikatnya dasar yuridis berlakunya hukum adat pada masa penjajahan Jepang hanya merupakan ketentuan peralihan karena masanya yang pendek. Pada tangga l8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang mengendalikan seluruh organisasi nasional. Pemeritahan daerah diatur dengan Osamuserei No. 27 tahun 1942, yang menetapkan penghapusan dewan dewan daerah. Osamuserei adalah peraturan atau Undang-Undang yang cenderung berbau otoriter / pemaksaan.
Dengan penghapusan dewan-dewan daerah ini, terbentuklah sistem pemerintahan tunggal di daerah-daerah otonom. Kepala-kepala daerah Syuutyookan mempunyai kekuasaan yang sangat besar untuk melaksanakan tugas-tugas militer sehari-hari di bawah komando Gunseikan.


3.      Secara Politis
Pada masa awal pendudukan, Jepang menyebarkan propaganda yang menarik. Sikap Jepang pada awalnya menunjukkan kelunakan, misalnya:
a.       Mengizinkan bendera Merah Putih dikibarkan di samping bendera Jepang,
b.      Melarang penggunaan bahasa Belanda,
c.       Mengizinkan penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, dan
d.      Mengizinkan menyanyikan lagu Indonesia Raya,
e.       Kebijakan Jepang yang lunak ternyata tidak berjalan lama.
Jenderal Imamura mengubah semua kebijakannya. Kegiatan politik dilarang dan semua organisasi politik yang ada dibubarkan. Sebagai gantinya Jepang membentuk organisasi-organisasi baru. Organisasi-organisasi yang didirikan Jepang antara lain Gerakan Tiga A, Putera, dan Jawa Hokokai. Pada dasarnya kebijakan politik Jepang terhadap Rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas yakni menghapuskan pengaruh barat dikalangan rakyat dan memobilisasi mereka demi kemenangan tentara Jepang.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah lembaga – lembaga pemerintahan pada masa kolonial Jepang?
2.      Bagaimana hubungan antar lembaga – lembaga pada masa kolonial Jepang?
3.      Bagaimana keefektivitasan dari pelaksanaan pemerintahan pada masa kolonial Jepang?



 
BAB II
PEMERINTAHAN INDONESIA PADA MASA KOLONIAL JEPANG


1.      Lembaga – Lembaga Pemerintahan pada Masa Kolonial Jepang
Sistem Pemerintahan Jepang di Indonesia menegakkan pemerintahan militer yang diperintah oleh Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Pada masa pendudukan Jepang Indonesia dibagi dalam 3 (tiga) wilayah kekuasaan militer yaitu:
a.      Daerah Jawa dan Madura dikuasai Komandan Pasukan Angkatan Darat Jepang yang ke-16 (Gunseikanbu Jawa) yang berkedudukan di Jakarta
b.      Daerah Sumatra dikuasai oleh Komandan Pasukan Angkatan Darat Jepang yang ke-25 (Gunseikanbu Sumatera) yang berkedudukan di Bukittinggi
c.       Wilayah kepulauan lainnya dikuasai Komandan Pasukan Angkatan Laut Jepang (Minseibu) yang berkedudukan di Makasar (Ujung Pandang)

Pemerintahan tertinggi dilakukan oleh perwira tinggi Jepang yang disebut “Saikoo Sikikan”. Dalam rangka pelaksanaan tugas dekonsentrasi wilayah Jawa dan Madura dibagi atas:
a.       Syuu (Karesidenan) dikepalai oleh seorang Syuu-Cookan (Residen)
b.      Si (Kotapraja) dikepalai oleh seorang Si-Coo (Walikota)
c.       Ken (Kabupaten) dikepalai oleh seorang Ken-Coo (Bupati)
d.      Gun (Distrik) dikepalai oleh seorang Gun-Coo (Wedana)
e.       Son (Kecamatan) dikepalai oleh seorang Son-Coo (Camat)
f.       Ku (Desa) dikepalai oleh seorang Ku-Coo (Kepala Desa)
5
 
Pada masa pendudukan Jepang pada mulanya asas desentralisasi tidak dijalankan. Tetapi dalam perkembangannya kemudian yakni menjelang kekalahannya karena terdesak perlawanan Sekutu, Jepang menghidupkan kembali dewan-dewan daerah untuk menarik simpati rakyat. Dewan Pusat disebut “Cuoo-Sangiin”, Dewan Karesidenan disebut “Syuu-Sangikai” dan dewan untuk kotapraja disebut “Tokubetsu Si Sangikai”. Namun penunjukan atau pemilihan anggota dewan ini tidak demokratis karena hanya sesuai dengan keinginan pemerintahan Jepang saja.Organisasi yang diprakarsai oleh Jepang Pembela Tanah Air (Peta) Gakukotai (laskar pelajar) Heiho (barisan cadangan prajurit) Seinendan (barisan pemuda) Fujinkai (barisan wanita) Putera (Pusat Tenaga Rakyat) Jawa HokokaiKeibodan (barisan pembantu polisi) Jibakutai (pasukan berani mati) Kempetai (barisan polisi rahasia). Mengenai Raad van Nederlandsch-Indie (semacam DPA) dan Volksraad (seperti DPR) dibekukan. Dewan Penasehat Sentral (Cuo Sangi In) yang diketuai oleh Ir. Soekarno, Dewan-dewan Penasihat Karesidenan (Syu Sangi In), dan Dewan-dewan Penasehat Kota (Si Sangi In).(Zaini 1991:124-125)
Mengenai lembaga peradilan Raad van Justitie dan Resi- dentiegerecht untuk golongan Eropa dan yang disamakannya dihapus dan diganti dengan Tihoo Hooin sebagai lembaga peradilan tingkat pertama, yang meneruskan Landraad, “Kootoo Hooin” sebagai lembaga peradilan tingkat banding, dan Saikoo Hooin sebagai lembaga peradilan tingkat kasasi, yang menggantikan Hooggerechtshof. Mengenai Algemeene Rekenkamer (semacam BPK) oleh Pemerintah Militer Jepang tetap dipertahankan, sama halnya dengan keadaan hukum Hindia Belanda, seperti Indische Staateregeling dan jenis-jenis hukum lainnya, asal tidak bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah Militer Jepang.
Untuk menjalankan pemerintahan militer secara langsung di Indonesia maka dibentuk staf pemerintahan militer pusat yang disebut Gunseikanbu yang terdiri atas lima (5) macam bu (departemen), yaitu sebagai berikut:
a      Sumabu         (Departemen Urusan Umum)
b      Zaimubu        (Departemen Keuangan)
c      Sangyobu      (Departemen Perusahaan, Industri dan Kerajinan)
d     Kotsubu         (Departemen Lalu Lintas)
e      Shihobu         (Departemen Kehakiman)

2.      Hubungan Antar Lembaga – Lembaga pada Masa Kolonial Jepang
Sejumlah tokoh nasionalis Indonesia banyak yang menggunakan kesempatan pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Banyak di antara mereka yang menduduki jabatan-jabatan penting dalam lembaga-lembaga yang dibentuk Jepang. Misalnya, Ir. Sukarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur menduduki pimpinan Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Mereka dikenal dengan sebutan “Empat Serangkai”. Putera merupakan sebuah organisasi yang dibentuk Jepang pada Maret 1943, bertujuan menggerakan rakyat Indonesia untuk mendukung peperangan Jepang menghadapi Sekutu.
Melalui Putera, para pemimpin Indonesia dapat berhubungan dengan rakyat secara langsung, baik melalui rapat-rapat maupun media massa milik Jepang. Tokoh-tokoh Putera memanfaatkan organisasi-organisasi itu untuk menggembleng mental dan membangkitkan semangat nasionalisme serta menumbuhkan rasa percaya diri serta harga diri sebagai bangsa.
Mereka selalu menekankan pentingnya persatuan, pentingnya memupuk terusmenerus semangat cinta tanah air, dan harus lebih memperhebat semangat antiimperialisme- kolonialisme. Organisasi Putera mendapat sambutan yang hangat dari seluruh rakyat. Namun, karena Putera nyatanya bermanfaat bagi bangsa Indoensia, pemerintah Jepang akhirnya membubarkannya pada April 1944.
Selain melalui Putera, para pemimpin pergerakan juga berjuang melalui Badan Pertimbangan Pusat atau Cou Sangi In yang dibentuk Jepang pada 5 September 1943. Badan ini beranggotakan 43 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno. Dalam sidangnya pada 20 Oktober 1943, Cuo Sangi In menetapkan bahwa agar Jepang menang dalam perang, perlu dikerahkan segala potensi dan produksi dari rakyat Indoensia.
Untuk melaksanakan ketetapan itu dibentuklah berbagai kesatuan pemuda, sebagai wadah penggemblengan mental dan semangat juang agar mereka menjadi tenaga-tenaga pejuang yang militan. Berbagai kesatuan pemuda yang berhasil dibentuk antara lain: Seinendan (Barisan Pemuda), Keibodan (Barisan Pembantu Polisi), Seisyintai (Barisan Pelopor), Gakutotai (Barisan Pelajar), dan Fujinkai (Barisan Wanita).
Pada saat penggemblengan mental itulah Ir. Soekarno selalu menyisipkan penanaman jiwa dan semangat nasionalisme, pentingnya persatuan dan kesatuan serta keberanian berjuang dengan risiko apa pun untuk menuju Indonesia merdeka. Dengan demikian, kebijakan pemerintah Jepang dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh nasional untuk perjuangan. Para pemimpin Indonesia memanfaatkan organisasi ini untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan. Jelas sekali, para pemimpin Indonesia tidak bodoh untuk dibohongi oleh Jepang.

3.      Efektivitas Pelaksanaan Pemerintahan Jepang di Indonesia

a.        Aspek Politik

Kebijakan pertama yang dilakukan Dai Nippon (pemerintah militer Jepang) adalah melarang semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua bentuk perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang mengendalikan seluruh organisasi nasional.
Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata berupa pembentukan badan-badan kerjasama seperti Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dengan tujuan membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual agar menyerahkan tenaga dan pikirannya untuk mengabdi kepada Jepang. Jawa Hokokai (Himpunan kebaktian Jawa) merupakan organisasi sentral dan terdiri dari berbagai macam profesi (dokter, pendidik, kebaktian wanita pusat dan perusahaan).
Penerapan sistem Autarki (daerah yang harus memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan perang). Sistem ini diterapkan di setiap wilayah ekonomi. Contoh Jawa menjadi 17 daerah, Sumatera 3 daerah, dan Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan Laut) 3 daerah. Setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di Kalijati maka seluruh daerah Hindia Belanda menjadi 3 daerah pemerintahan militer. Daerah Jawa dan Madura dikuasai oleh tentara keenambelas denagn kantor pusat di Batavia (Jakarta).Daerah bagian Barat meliputi Sumatera dengan kantor pusat di Bukittinggi dikuasai oleh tentara keduapuluhlima.Daerah bagian Timur meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusantara, Maluku dan Irian Jaya dibawah kekuasaan armada selatan kedua dengan pusatnya di Makassar.
Selain kebijakan politik di atas, pemerintah Militer Jepang juga melakukan perubahan dalam birokrasi pemerintahan, diantaranya adalah pembentukan organisasi pemerintahan di tingkat pusat dengan membentuk Departemen dan pembentukan Cou Sang In/dewan penasehat.
b.      Aspek Ekonomi dan Sosial
Pada dua aspek ini, bagaimana praktek eksploitasi ekonomi dan sosial yang dilakukan Jepang terhadap bangsa Indonesia dan bisa membandingkan dampak ekonomi dan social dengan dampak politis dan birokrasi. Hal-hal yang diberlakukan dalam system pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:
                                                         i.            Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
                                                        ii.            Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula,pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
                                                      iii.            Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik maupun material.
Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah.

c.       Aspek Kehidupan Militer

Pada aspek militer ini, memahami bahwa badan-badan militer yang dibuat Jepang semata-mata karena kondisi militer Jepang yang semakin terdesak dalam perang Pasifik. Memasuki tahun kedua pendudukannya (1943), Jepang semakin intensif mendidik dan melatih pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal ini disebabkan karena situasi di medan pertempuran (Asia – Pasifik) semakin menyulitkan Jepang. Mulai dari pukulan Sekutu pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942) dan sekitar Laut Karang (Agustus 1942 – Februari 1943). Kondisi tersebut diperparah dengan jatuhnya Guadalacanal yang merupakan basis kekuatan Jepang di Pasifik (Agustus 1943).
Situasi di atas membuat Jepang melakukan konsolidasi kekuatan dengan menghimpun kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia sebagai tenaga potensial yang akan diikutsertakan dalam pertempuran menghadapi Sekutu.
















 
BAB III
PENUTUP

1.      KESIMPULAN
Pada masa pendudukan Jepang terjadi pengekangan politik terhadap Indonesia.  Sejak masuknya kekuasaan Jepang di Indonesia, organisasi-organisasi politik tidak dapat berkembang lagi. Bahkan pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan segala bentuk kegiatan organisasi-organisasi, kemudian diganti dengan organisasi buatan Jepang, sehingga kehidupan politik pada masa itu diatur oleh pemerintah Jepang. Pada masa Pemerintahan Militer Jepang yang paling terlihat adalah dengan penghapusan Gubernur Jenderal yang kemudian diganti dengan Gubernur Jepang.
Tidak hanya pengekangan politik yang terjadi di Indonesia, akan tetapi pemerasan sosial-ekonomi terhadap Indonesia juga terjadi antara lain pemerasan bahan makanan dan pemerasan tenaga kerja yang dilakukan oleh pemerintah Jepang. 


2.        SARAN
Kita perlu mengkaji lebih dalam lagi mengenai sejarah sistem pemerintahan pada masa kolonial jepang dan mengkaji lagi efektifitas dan mekanisme pada masa itu yang hingga sekarang terus mengalami dinamika diberbagai bagian Indonesia.






13
 
 

 
DAFTAR PUSTAKA


Zaini, Abdullah. 1991. Pengantar Hukum Tata Negara. Jakarta: Pustaka Sinar
            Harapan.
Abu Daud Busroh dan H. Abukakar Busro; 1983. Asas-asas Hukum Tata Negara.                                
Jakarta : Ghalia Indonesia.
Laksono, Danang Tunjung dan Ekowati Kusuma ;2012. Sejarah Ketatanegaraan       
Indonesia. Sukoharjo : Pustaka Abadi Sejahtera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar